Postingan

Menata Nilai, Menenangkan Persepsi, dan Memulihkan Kepercayaan Publik

  “Bangsa yang mapan bukan diukur dari panjang angka pada uangnya, tetapi dari ketenangan warganya ketika angka-angka itu berubah.”   Rencana redenominasi Rupiah 2026–2030 menghadirkan peluang penyederhanaan sistem moneter Indonesia,namun juga ancaman kegaduhan sosial-politik bila tidak dikelola dengan strategi komunikasi dan regulasi yang matang. Meski redenominasi bersifat netral secara ekonomi, ia tidak netral secara psikologis dan tidak netral secara politik. Karena itulah, pemerintah membutuhkan pendekatan yang tidak sekadar teknokratis, tetapi juga humanis dan filosofis: membangun rasa aman, bukan sekadar menata angka. Policy brief ini menyajikan analisis hambatan sosial-politik utama, dampak pada masyarakat menengah ke bawah dan UMKM, serta langkah kebijakan yang diperlukan untuk menuntun bangsa melewati proses ini dengan tenang dan terarah. Redenominasi bukan penghapusan nilai; ia adalah penyelarasan bahasa ekonomi. Seperti mengganti aksara dalam buku sejar...

Di Tanah Syiurga

  Di Tanah surga yang katanya tongkat kayu dan batu pun bisa tumbuh jadi tanaman, gema dari menara-menara doa bersahut-sahutan seperti kabut yang tak pernah surut, menyelimuti gang sempit hingga gedung-gedung angkuh pencakar awan. Jadwal ceramah lebih padat dari rapat kabinet, dan seruan suci lebih gegap gempita daripada jerit keadilan. Tanah ini sering disebut sebagai negeri paling beriman, tempat berjuta jiwa mengangkat tangan ke langit. Tak hanya Jalan Cahaya, tapi juga lorong-lorong kepercayaan lain berdetak di dalamnya. Tapi lihatlah, semakin tinggi menara dibangun, semakin dalam luka sosial menganga. Mereka berkata tanah ini penuh berkah, tapi datanya lebih jujur dari doa, korupsi jadi budaya, kemiskinan jadi warisan, dan keadilan? Ia bagai hantu yang hanya muncul di pidato kampanye. Di negeri ini, doa tak kurang, dzikir melimpah, dan ibadah tak pernah henti. Tapi kenapa kebenaran justru menjadi tamu yang paling jarang diundang? Seolah Langit telah ditarik paksa ke ruan...

Penciptaan Kekacauan dan Keruntuhan Pemerintahan

  "Setiap kekuasaan berdiri di atas panggung rapuh bernama keteraturan. Namun, seperti kaca yang indah sekaligus mudah retak, keteraturan itu bisa pecah hanya dengan sedikit guncangan. Kekacauan bukanlah sekadar kebisingan jalanan atau asap dari ban terbakar, melainkan sebuah strategi tua yang berulang kali hadir dalam sejarah manusia, kadang lahir dari kelaparan, kadang dari ambisi, kadang dari tangan-tangan asing yang tersembunyi. Sejarah dunia menunjukkan, tak ada pemerintahan yang benar-benar jatuh karena peluru semata; banyak yang runtuh oleh riuh massa, krisis ekonomi, banjir informasi palsu, atau kelemahan institusinya sendiri. Di situlah ironi politik bersemayam, sebuah rezim yang terlihat kokoh bisa hancur hanya karena benih kekacauan yang tumbuh tak terkendali."   Kekacauan Sosial: Jalanan Sebagai Arena Kekuasaan Dalam teori gerakan sosial (social movement theory), massa dianggap sebagai kekuatan laten yang dapat melegitimasi atau mendelegitimasi penguasa. K...